Mengurangi Potensi Korupsi Dana Sosial Desa Dengan Non Tunai

Mengurangi Potensi Korupsi Dana Sosial Desa Dengan Non Tunai – Sebagaimana kita ketahui sistem ketatanegaraan Indonesia khususnya dalam hal struktur Pemerintahan dari pusat hingga daerah terdiri dari Pemerintah Pusat, Gubernur yang memimpin wilayah otonomi tingkat Provinsi, Bupati/Walikota yang memimpin wilayah otonomi tingkat Kabupaten atau Kota, Camat yang memimpin wilayah otonomi tingkat Kecamatan, dan Kepala Desa/Lurah yang memimpin wilayah Desa. Di bawah Kepala Desa masih ada RW, RT, dan Keluarga.
Desa adalah wilayah biasanya identik dengan infrastruktur dan pembangunan yang rendah atau lebih rendah jika dibandingkan wilayah Kota. Kondisi ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah:
1. Para investor yang lebih tertarik menerapkan investasinya di wilayah perkotaan. Kondisi ini ditandai dengan semakin banyaknya pembangunan industri-industri, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, hotel, dan sebagainya yang tentu saja membutuhkan investasi yang sangat besar. Terlebih tingkat gaya hidup masyarakat kota biasanya lebih tinggi membuat para investor semakin lebih memilih menanamkan investasinya di kota dibandingkan di daerah.
2. Pemerintah yang lebih memproritaskan pembangunan di wilayah kota. Mungkin ini terjadi karena imbas dari para investor yang lebih memilih kota sebagai lahan investasinya. Dengan pembangunan infrastruktur yang baik, tentu akan semakin menarik para investor untuk lebih banyak menanamkan investasinya. Tujuannya adalah supaya meningkatkan tingkat lapangan pekerjaan dan memperbaiki pendapatan masyarakat yang pada akhirnya berujung kepada kemajuan ekonomi Negara.
3. Pendatang dari daerah yang berpindah ke kota. Kondisi ini biasanya dilatarbelakangi untuk mencari pekerjaan atau mengadu nasib di kota. Masyarakat daerah biasanya beranggapan bahwa di kota lapangan pekerjaan lebih banyak dan lebih menjanjikan dibandingkan di daerah.
Kondisi desa dengan tingkat pembangunan infrastruktur rendah membuat tingkat kesejahteraan juga biasanya rendah. Sehingga Pemerintah pusat menganggarkan sejumlah bantuan sosial yang diperuntukan untuk mendukung pembangunan di desa. Dahulu bantuan sosial ini diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Desa secara berurutan dari tingkat Pemerintah Provinsi sampai ke Pemerintah Desa dalam bentuk dana tunai atau bentuk fisik. Kondisi ini sangat rentan menimbulkan potensi tindak korupsi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, sehingga dana sosial yang diberikan Pemerintah dikhawatirkan tidak dapat diserap dan dimanfaatkan oleh Desa secara optimal dan semestinya. Terlebih dana sosial untuk Desa biasanya tidak sedikit.
Namun sekarang berkat kecanggihan teknologi, dana sosial tidak lagi dikirim langsung ke daerah dalam bentuk tunai melainkan melalui cara non tunai yakni memanfaatkan layanan perbankan berupa transfer langsung ke rekening Desa. Dengan cara ini, praktik-praktik korupsi dapat dihindari karena uang tidak dalam bentuk tunai dan tidak melalui beberapa pihak terlebih dahulu. Meskipun potensi korupsi masih ada, namun akan mudah dilacak dan diketahui melalui data record transaksi yang akan tersimpan dengan baik oleh Bank. Pihak berwajib dan lembaga anti korupsi dapat menemukan praktik transaksi yang tidak wajar dan pelaku transaksi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, sistem non tunai membantu Negara ini terhindar dari koruptor-koruptor yang ingin mengambil harta Negara dengan semakin mempersempit ruang-ruang potensi korupsi, sehingga dana sosial untuk Desa dapat sampai, terserap, dan dimanfaatkan dengan baik oleh Desa.
Demikian bahasan mengenai sistem non tunai sebagai solusi mengatasi praktik korupsi dana sosial Desa. Pengiriman dana sosial dengan sistem non tunai ini sekarang sudah diterapkan oleh Pemerintah sehingga Desa pun harus siap dan bersedia mendukung sistem non tunai ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.

(Visited 405 times, 1 visits today)

Leave a Comment